Hukum Sedekah Uang Riba /Bunga Bank Untuk Masjid?
Dengan mengambil pendapat ulama yang membolehkan mengambil riba di bank, pertanyaan selanjutnya, bolehkan menyalurkan riba tersebut untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti membangun masjid, pesantren atau kegiatan dakwah lainnya?
Baca Juga : Cara menghitung zakat mal yang praktis
Pendapat pertama, tidak boleh menggunakan uang riba untuk kegiatan keagamaan. Uang riba hanya boleh disalurkan untuk fasilitas umum atau diberikan kepada fakir miskin. Pedapat ini dipilih oleh Lajnah Daimah (Komite tetap untuk fatwa dan penelitian) Arab Saudi. Sebagaimana dinyatakan dalam fatwa no. 16576.
Pendapat ini juga difatwakan Penasihat Syariah Baitut Tamwil (Lembaga Keuangan) Kuwait. Dalam fatwanya no. 42. Mereka beralasan mendirikan masjid harus bersumber dari harta yang suci. Sementara harta riba statusnya haram.
Pendapat kedua, boleh menggunakan bunga bank untuk membangun masjid. Karena bunga bank bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat. Jika boleh digunakan untuk kepentingan umum, tentu saja untuk kepentingan keagamaan tidak jadi masalah. Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Sebagaimana dikutip dalam Fatawa Islamiyah, 2:885
Perlu diperhatikan bahwa bunga bank yang ada di rekening nasabah, sama sekali bukan hartanya. Karena itu, dia tidak boleh menggunakan uang tersebut, yang manfaatnya kembali kepada dirinya, apapun bentuknya. Bahkan walaupun berupa pujian. Oleh sebab itu, ketika Anda hendak menyalurkan harta riba, pastikan bahwa Anda tidak akan mendapatkan pujian dari tindakan itu. Mungkin bisa Anda serahkan secara diam-diam, atau Anda jelaskan bahwa itu bukan uang Anda, atau itu uang riba, sehingga penerima yakin bahwa itu bukan amal baik Anda.
Dapat disimpulkan bahwa bunga bank itu riba dan hukumnya haram, sehingga itu bukan hak kita dan tidak boleh kita konsumsi. Adapun jika diambil untuk disedekahkan boleh. Hanya saja harta riba itu akan dimanfaatkan untuk fasilitas umum yang bisa digunakan oleh banyak orang. Hukum sedekah uang riba juga pernah dibahas juga oleh ustad Abdul shomad:
“Riba itu haram, kotor sehingga seseorang tidak bisa mencuci pakaian najis menggunakan air kencing yang najis agar pakaian tersebut menjadi suci. Yang dapat digunakan untuk mensucikan pakaian najis hanyalah air yang dapat mensucikan.”
Uang haram dipakai untuk ibadah haji, maka hajinya tidak diterima oleh Allah SWT dan tidak akan pernah menjadi haji yang mabrur.
“Islam mengajarkan bersih awalnya, bersih tengahnya, bersih ujungnya,” jelas Ustadz Abdul Somad.
Dengan demikian tidak ada lagi alasan seseorang sengaja menghasilkan uang haram untuk niat sedekah di jalan Allah, karena Allah tidak akan menerimanya.
Baca Juga: Cara menghitung zakat penghasilan
https://konsultasisyariah.com/ dan rumaysho.com
Bersedekah menggunakan uang haram apakah tetap ada pahalanya? Berbuat kejahatan dan menghasilkan pundi-pundi, tak boleh disedekahkan.
Seperti contoh yang dilakukan oleh Doni Salmanan. Doni Salmanan kini menjadi tahanan dari kasus binary option. Dia dituduh menjadi penipu, melakukan judi online dan pencucian uang.
Selama melakukan hal itu, Doni Salmanan mendapat uang berlimpah. Seringkali dia membagi-bagikan uang tersebut ke masyarakat, seperti membantu masyarakat yang terkena bencana alam dan ikut meringankan beban masyarakat di masa PPKM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, kini diketahui uang berlimpah milik Doni Salmanan adalah haram. Itu adalah uang yang diduga hasil menipu para korbannya yang mengikuti binary option.
Kata Ustaz membahas hal ini lebih dalam. Buya Yahya menjelaskan soal orang yang bersedekah dengan rezeki haram itu tidak suci.
Berikut penjelasan lengkap Buya Yahya dilansir dari channel YouTube pribadinya:
Maka orang yang bersedekah dengan rezeki haram itu, seperti orang berwudu dengan air kencing. Suci atau nggak? Nggak suci.
'Tapi saya mau dapat pahala.' Gampang kalau mau dapat pahala. Jangan korupsi sudah pahala, jangan nyolong sudah pahala, jangan nyopet sudah pahala. Harus ditutup kemaksiatannya.
Tetap dosa (hukumnya). Kebaikan sebesar, sehebat apa pun jika ternyata diraih dengan cara yang haram tidak akan membuahkan kebaikan. Seperti bangun masjid adalah bagus. Siapa bilang bangun masjid tidak bagus? Untuk salat, ibadah, pengajian, tapi digerakan (oleh) pemuda (yang) merampok, pemudinya melacur, ya tidak menjadi masjid yang baik. Jadi jangan tertipu.
Jadi taubatnya bagaimana? Anda kalau masih berurusan dengan haram, berhenti dulu jangan sedekah. Berhenti dulu! Bersihkan dulu harta Anda. Haram tetap haram, tidak bisa.
Kalau pengin dapat pahala berhenti dulu dari korupsi dan lainnya yang haram, maka itu pahalanya gede. Baru setelah bersih harta Anda, baru Anda bersedekah.
Berbeda dengan orang yang hartanya terlanjur. 'Saya ini sudah korupsi bertahun-tahun, saya mau taubat. Kalau saya kembalikan ke negara nanti ditangkap saya malahan. Lalu bagaimana?' Anda yakini itu duit umat. Yang penting taubatnya kamu berhenti.
'Tapi duit yang sudah saya pegang ini, miliaran ini, ini hasil korupsi.' Kalau begitu kembalikan kepada umat. Kalau begitu kembalikan kepada umat, tapi jangan yakini untuk bersedekah. berikan ke umat jangan dipakai untuk dirimu. Setop dulu itu (mencari rezeki dengan cara haramnya) baru sedekah.
Jangan korupsi (dipakai) sedekah, nyopet (dipakai) sedekah, riba (dipakai) sedekah, itu (mencari rezeki haramnya) nggak berhenti. Pahala belum tentu dapat, dosa pasti. Itulah orang bangkrut.
Pernah masuk lubang keharaman pintu maaf Allah sangat luas, bergegaslah Anda ke sana. Masih ada waktu selagi nyawa masih ada di kandung badan kita sebelum sampai di tenggorokan, selagi matahari masih terbit dari timur maka pintu maaf Allah selalu diberikan kepada hambanya.
Hukum Sedekah dengan Uang Haram
Salah satu prinsip penting dalam Islam adalah bahwa amal perbuatan harus dilakukan dengan cara yang baik dan dengan sumber yang halal. Dalam konteks sedekah, menggunakan uang haram tidak sesuai dengan prinsip ini.
Dalil dari Al-Qur’an dan Hadis:
Definisi Sedekah dan Uang Haram
Sedekah adalah pemberian atau infak yang diberikan kepada orang yang membutuhkan dengan niat ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah. Sedekah tidak terbatas pada harta saja, tetapi juga bisa berupa waktu, tenaga, atau ilmu.
Uang haram, di sisi lain, adalah uang yang diperoleh dari sumber yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Ini termasuk hasil dari riba, perjudian, korupsi, atau bisnis yang melibatkan barang haram seperti alkohol atau daging babi.
Solusi dan Alternatif
Jika Anda memiliki uang yang diperoleh secara haram, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
Sedekah adalah amalan mulia yang dianjurkan dalam Islam, namun untuk mendapatkan pahala dan keberkahan, sedekah harus dilakukan dengan harta yang halal. Harta yang diperoleh secara haram tidak layak digunakan untuk sedekah, karena amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memastikan bahwa setiap amal perbuatan dilakukan dengan cara yang benar dan dengan sumber yang halal.
Dengan memahami hukum sedekah dengan uang haram, kita dapat lebih berhati-hati dalam mengelola dan menggunakan harta kita agar sesuai dengan ajaran Islam dan memperoleh ridha dari Allah.
#SahabatHebatLaju saudara mari sucikan harta mu dengan sedekah dengan cara KLIK DISINI
Atau dengan klik gambar di bawah ini:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pengasuh rubrik Konsultasi ZIS Majalah Peduli yang saya hormati. Saya mohon penjelasan, apakah boleh kita bersedekah atau berzakat menggunakan uang haram ? Kalau boleh, apakah bisa uang haram disucikan agar bisa menjadi halal dan bisa disedekahkan? Sekian, dan terimakasih atas jawabannya. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Misbahul Munir, Pasuruan, 08127845xxxx
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Misbahul Munir yang terhormat. Dalam sebuah hadis diterangkan, bahwa Allah itu adalah Dzat yang baik, dan tidak menerima suatu ibadah atau suatu amaliah kecuali yang baik-baik saja. Karena itu, Allah tidak akan menerima sedekah atau zakat yang dibayarkan dengan dengan harta yang haram. Bahkan orang yang melakukan hal seperti ini, doa-doanya tidak akan diterima oleh Allah. Bahkan al-Imam al-Ghazali mengatakan, bahwa ongkos pekerjaan yang berhubungan dengan maksiat itu pekerjaan haram adalah haram juga, dan mensedekahkannya juga tidak boleh dan tidak sah.
Al-Imam an-Nawawi dalam al-Majmu‘ Syarh al-Muhadzdzab juga menukil pendapat dari al-Imam al-Ghazali yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki harta yang haram dan ingin bertaubat, maka jika pemilik harta tersebut masih hidup, wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau wakilnya, dan jika pemiliknya sudah meninggal dunia maka harta tersebut diberikan kepada ahli warisnya, dan jika tidak diketahui pemiliknya, maka harta tersebut hendaknya dibelanjakan untuk kemaslahatan kaum muslimin yang bersifat umum, semisal untuk membangun masjid.
Berdasarkan uraian di atas, berarti diperbolehkan membangun masjid dengan harta yang dihasilkan dari pekerjaan yang haram, seperti harta yang dihasilkan dari penjualan minuman keras, dan hal tersebut dilakukan bukan dalam rangka sedekah, namun sebagai bentuk taubat seseorang yang memiliki harta haram.
Kesimpulannya, bahwa tidak sah sedakah atau zakat dari harta haram. Kemudian jika si pelaku yang memiliki harta haram itu ingin bertaubat, maka harta tersebut harus dikembalikan pada pemiliknya atau wakilnya. Jika pemiliknya sudah wafat, maka serahkan pada ahli warisnya. Namun jika tidak ada, maka harta tersebut ditasarufkan pada kemashlahatan muslimin. Tasaruf ini tidak dikatakan sedekah, namun bentuk pembebasan diri dari harta haram tersebut. Selengkapnya, silakan merujuk pada kitab al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (III/104), al-Majmu‘ Syarh al-Muhadzdzab (9/351), dan Ihya’ ‘Ulumuddin (II/91). Wallahu a’lam bish-shawab.
Sedekah membantu sesama tentu sudah menjadi kewajiban. Tapi, bagaimana bila sedekah dengan uang yang didapat dari sesuatu yang tidak halal?
Zaman sekarang orang sedekah mudah memperlihatkan lewat konten. Memang tak ada yang tahu dari mana asal-usul uang yang dipakai untuk sedekah. Untuk penerima sedekah tentu saja itu uang yang didapat dengan cara halal.
Kata Ustaz mengutip nasihat dari Ustaz Syam Elmarusy dalam Islam Itu Indah. Sedekah dengan uang haram sama dengan istilah bersuci dengan air kencing. Uang haram tak bisa digunakan untuk fasilitas umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut penjelasan lengkap Ustaz Syam Elmarusy:
Mudah-mudahan sehat selalu, berkah rezekinya, rezekinya halal insyaallah semoga bisa bersedekah dengan rezeki yang halal. Karena kalau daripada yang haram, tidak bisa, mohon maaf, ada istilah jangan bersuci dari air kencing. Jadi sama diibaratkan orang yang berwudu, tapi dia berwudu daripada air yang sudah dicampuri oleh najis. Apalagi kalau air benar-benar air najis full, sudah tahu haramnya, tapi dipakai untuk mensucikan dirinya dengan cara bersedekah.
Maka bersedekahnya dihitung sedekah. Mungkin yang menerima sah-sah saja menerimanya karena dia menerima dari sesuatu yang halal. Maksudnya dia menerima daripada sedekah, halal. Namun yang bersedekah itu tadi yang akan mendapatkan perhitungan di hadapan Allah SWT.
Maka bolehkan bersedekah dengan uang yang haram? Uang yang haram tadi bisa digunakan untuk fasilitas umum. Bisa digunakan untuk orang yang membutuhkan. Misalnya, ada orang sudah hijrah, sudah tobat, dia sadar bahwa ada sebagian hartanya yang dia sadari bukan harta yang halal. Maka dia wajib mengeluarkan harta tersebut daripada dirinya, baik itu dipergunakan oleh orang yang membutuhkan atau untuk fasilitas umum.
Tapi, jangan bangga akan itu. Banyak juga kan orang yang bangga, saya yang bangun ini, saya bantu dia. Padahal pembersihan harta daripada rezeki haram yang dia miliki.
Kedua, dia tidak pernah salat, tidak pernah puasa, tak pernah melakukan ibadah lainnya, tapi bersedekahnya kuat. Kalau ada orang seperti ini, digolongkan orang yang fasik. Orang yang melakukan dosa, kenapa? Karena sebagian dia lakukan, sebagian lagi dia tinggalkan daripada kewajiban Allah SWT.
Kalau ditanya dia bilang, 'Nggak apa-apa nggak salat, yang penting sedekah, yang penting baik sama orang,' nah ini naik lagi hukumnya. Bukan lagi berdosa, tapi bisa jadi murtad. Kenapa murtad? Karena meremehkan perintah Allah SWT.
Ada orang bulan Ramadhan, puasa di siang hari kemudian disuruh salat, 'Ah sudahlah, saya nggak bisa, saya nggak sanggup lagi salat kalau begini', dia dianggap sah puasanya, tapi dia berdosa nggak salat.
Ada orang begini, dia salat, tapi meremehkan salat. Orang begini yang lebih parah daripada orang yang tidak salat. Kenapa? Meremehkan apa yang diwajibkan Allah SWT bisa menyebabkan orang keluar dari keimanannya karena kita wajib mengimani itu, wajib salat lima waktu, wajib mengimani ibadah haji, wajib mengimani apa yang diperintahkan Allah SWT.
Maka jangan pernah untuk mengatakan nggak apa-apa nggak salat yang penting sedekah, nggak apa-apa nggak salat yang penting akhlaknya baik, nggak apa-apa nggak berkerudung yang penting hatinya... wah....
Meremehkan perintah Allah SWT. Jangan sampai ada kalimat-kalimat tidak mewajibkan apa yang diwajibkan Allah, tidak boleh mengharamkan yang dihalalkan Allah, dan tidak boleh menghalalkan yang diharamkan oleh Allah. Kalau malas mah malas aja, jangan menambah-nambahkan hal yang meremehkan.
Sedekah adalah salah satu ibadah sosial yang pahalanya besar dan keutamannya luar biasa. Namun, bagaimana jika seseorang mengeluarkan sedekah dengan uang haram, bolehkah?
Uang haram artinya adalah uang yang didapatkan dengan cara haram. Misalnya hasil mencuri, hasil korupsi, hasil judi, hasil menipu, dan lain sebagainya. Bagaimana hukum bersedekah dengan uang tersebut?
Allah Hanya Menerima yang Baik
Pertama, perlu kita ingat bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala mengajarkan kebaikan dan kemuliaan, kebenaran dan kesucian. Allah Maha Baik dan tidak akan menerima kecuali yang baik.
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik. Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang baik. (HR. Muslim)
Hadits ini menjelaskan tertolaknya zakat dari harta haram. Demikian pula Allah menolak sedekah dengan uang haram. Allah hanya menerima zakat dan sedekah dengan uang halal.
Harta haram di sini meliputi dua hal. Haram dzatnya dan haram memperolehnya. Harta yang haram dzatnya misalnya daging babi atau minuman keras, haram pula mensedekahkannya.
Sedangkan harta yang haram dari cara memperolehnya misalnya hasil mencuri, hasil berjudi, hasil korupsi, hasil menipu, dan sebagainya. Selain haram memakan atau menggunakan harta dan uang tersebut, haram pula bersedekah dengannya.
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram). (HR. Muslim)
Baca juga: Apakah Kehilangan Uang Termasuk Sedekah
Haram Sedekah dengan Uang Haram
Tidak hanya tertolak, sedekah dengan uang haram hukumnya haram. Artinya, orang itu tidak mendapat pahala dari sedekah tersebut tetapi ia malah mendapat dosa. Jadi, harta haram hukumnya haram memanfaatkannya bagi memakannya maupun menyedekahkannya.
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَيْءٍ ، حَرَّمَ ثَمَنَهُ
Sesungguhnya jika Allah ‘azza wa jalla mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia pun melarang upah (hasil penjualannya). (HR. Ahmad; shahih)
Baca juga: Dalil Zakat
Dalam konteks Islam, sedekah adalah tindakan mulia yang sangat dianjurkan dan memiliki banyak keutamaan. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana hukum sedekah jika dilakukan dengan uang yang diperoleh secara haram? Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai hukum sedekah dengan uang haram, dengan merujuk pada dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadis serta pandangan para ulama.
Konsekuensi dari Sedekah dengan Uang Haram
Melakukan sedekah dengan uang yang diperoleh secara haram memiliki beberapa konsekuensi serius:
Hukum Mengambil Bunga Bank
Ulama sepakat bahwa bunga bank sejatinya adalah riba. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang hukum mengambil bunga tabungan di bank, untuk kemudian disalurkan ke berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pendapat pertama, bunga bank wajib ditinggal dan sama sekali tidak boleh diambil. Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin. Sebagaimana keterangan dalam banyak risalah beliau.
Suatu ketika Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 109/9. Ada yang menanyakan pada beliau rahimahullah:
“Bagaimana pendapatmu mengenai penghasilan seseorang dari amal ribawi baik melalui bank ribawi atau dari beberapa serikat? Lalu bagaimana cara membebaskan diri dari riba semacam ini? Apakah boleh hasil riba tersebut diberikan pada berbagai amalan kebaikan seperti pembangunan masjid dan semacamnya atau untuk melunasi utang pada sebagian kaum muslimin, memberikan pada kerabat yang membutuhkan atau mungkin harta riba semacam ini dibiarkan begitu saja, tidak diambil sedikit pun? Jazakumullah khoiron.
Beliau rahimahullah menjawab: Adapun jika harta riba tersebut belum diambil, maka harta tersebut tidak halal untuk diambil dan harta riba tadi harus dibiarkan begitu saja. Karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut).” (QS. Al Baqarah: 278).
Maksudnya adalah tinggalkan sisa riba tersebut. … Siapa saja yang telah melakukan amalan ribawi, lalu dia tidak mengambil riba tersebut, maka dia wajib meninggalkan riba tersebut kemudian bertaubat pada Allah ‘azza wa jalla. Adapun jika seseorang telah mengambil riba tersebut karena tidak tahu bahwa itu riba dan tidak tahu bahwa riba itu haram, maka taubat akan menutupi kesalahan sebelumnya dan riba tersebut (sebelum datang larangan) telah menjadi miliknya. Hal ini berdasarkan firman Allah,
فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ
“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan).” (QS. Al Baqarah: 275)
Adapun jika seseorang telah mengambil riba tersebut dan dia mengetahui bahwa riba tersebut haram, namun dia adalah orang yang lemah dalam hutang, sedikit ilmu, maka dia boleh bersedekah dengan riba tersebut. Bisa saja dia manfaatkan untuk membangun masjid, juga jika dia orang yang tidak mampu lunasi hutangnya, boleh untuk melunasi hutangnya, jika mau, boleh juga diserahkan pada kerabatnya yang membutuhkan. Ini semua adalah baik.
Pendapat kedua, dibolehkan mengambil bunga bank, untuk disalurkan ke kegiatan sosial kemasyarakatan. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Ibnu Jibrin, ketika ditanya tentang hukum menyalurkan bunga bank untuk para mujahid. Setelah menjelaskan larangan menabung di bank kecuali darurat, beliau menegaskan,
“….dia boleh mengambil keuntungan yang diberikan oleh bank, semacam bunga, namun jangan dimasukkan dan disimpan sebagai hartanya. Akan tetapi dia salurkan untuk kegiatan sosial, seperti diberikan kepada fakir miskin, mujahid, dan semacamnya. Tindakan ini lebih baik dari pada meninggalkannya di bank, yang nantinya akan dimanfaatkan untuk membangun gereja, menyokong misi kekafiran, dan menghalangi dakwah Islam…” (Fatawa Islamiyah, 2:884)
Bahkan Syaikh Muhammad Ali Farkus dalam keterangannya menjelaskan, “Bunga yang diberikan bank, statusnya haram. Boleh disalurkan untuk kemaslahatan umum kaum muslimin dengan niat sedekah atas nama orang yang dizalimi (baca: nasabah). Demikian juga boleh disalurkan untuk semua kegiatan yang bermanfaat bagi kaum muslimin, termasuk diberikan kepada fakir miskin.
Karena semua harta haram, jika tidak diketahui siapa pemiliknya atau keluarga pemiliknya maka hukum harta ini menjadi milik umum, dimana setiap orang berhak mendapatkannya, sehingga digunakan untuk kepentingan umum. Allahu a’lam.
Lalu Uang Haram Diapakan?
Maka, rugilah orang yang mendapatkan harta atau uang dari mencuri, korupsi, atau cara haram lainnya. Kalau ia makan dari harta itu, ia berdosa. Menyedekahkan pun berdosa.
Lalu bagaimana memperlakukan uang haram jika tidak boleh memanfaatkan dan menyedekahkannya? Misalnya orang yang ingin bertaubat. Ia tidak boleh memanfaatkan dan menyedekahkan, lalu harus bagaimana?
Kembalikan harta itu kepada pemiliknya. Jika harta itu hasil mencuri dari seseorang, kembalikan kepada orang tersebut. Jika harta itu hasil korupsi uang negara, kembalikan kepada negara. Kalau hasil korupsi dari perusahaan, kembalikan kepada perusahaan.
Lalu bagaimana jika itu harta hasil riba termasuk bunga bank? Sebagian ulama berpendapat tidak boleh memanfaatkan bunga bank sama sekali. Namun, jika dibiarkan, ia justru jatuh ke tangan non muslim atau orang jahat.
Karenanya, banyak ulama yang memperbolehkan memanfaatkan bunga bank untuk kemaslahatan umum (fasilitas publik). Misalnya untuk membangun atau memperbaiki jalan, jembatan, dan lain-lain. Namun, tidak diniatkan sedekah. Hanya niat melepaskan harta haram. Wallahu a’lam bish shawab. [MBK/LAZ Ummul Quro]
Kumpulan tanya jawab agama Islam (2) yang diajukan oleh pembaca alkhoirot.net.
Assalamualaikum Ustadz.,
ana mau bertanya Ustadz,tentang hukum halal haram.
Ana bergaul/ataupun menyewa tempat tinggal beramai-ramai alasan biar harga sewa murah.
tentu setiap kebiasaan pribadi berbeda-beda. Contoh teman Ana selalu suka membeli TOGEL/judi nombor slalunya tepat.
1. Ana tanyakan, Apakah hukum menerima makanan yg dibeli dng uang judi tersebut?
2. seandainya di tolak selalu mengatakan bahwa kita orang suci tak mau makan makanan hasil togel.
Salah satu cara untuk menjadi pribadi muslim yang lebih baik adalah memilih pergaulan yang kondusif yang dapat membawa kita pada standar etika dan moral yang lebih tinggi. Kecuali apabila kita memiliki pribadi dan komitmen keagamaan yang sangat kuat yang berniat untuk mempengaruhi lingkungan dan tidak kuatir dipengaruhi. Anda tampaknya termasuk golongan yang pertama yang sebaiknya mencari lingkungan pergaulan yang kondusif.
1. Hukum memakan makanan yang jelas berasal dari uang judi adalah haram. Dalam QS Al-Mukminun 23:51 Allah berfirman: يا أيها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحاً
Artinya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam menjelaskan ayat di atas, dalam sebuah hadits sahih riwayat Muslim Nabi bersabda: إن الله طيب لا يقبل إلا طيباً، وإن الله تعالى أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين
Artinya: Allah itu baik dan tidak meneirma kecuali kebaikan. Sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sama dengan apa yang diperintahkan pada para Rasul.
Dalam QS Al Baqarah 2:172 Allah berfirman: يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
Dalam hadits lain disebutkan bahwa orang yang memakan makanan haram maka doa dan ibadahnya tidak akan diterima.
Al Khirsi dalam Hasyiyah Al-Udwa menyatakan: ومن كان كل ماله من الحرام، فيحرم أخذ شيء منه، وكذا إذا عُلم أن طعامه اشتراه بعين الحرام
Artinya: Barangsiapa yang seluruh hartanya berasal dari harta haram maka haram pula mengambil sesuatu darinya. Begitu juga apabila diketahui bahwa makanan yang dibeli berasal dari uang haram.
Akan tetapi apabila uang atau harta yang dipakai untuk membeli makanan itu berasal dari uang campuran antara halal dan haram, maka hukumnya makruh memakan makanannya. Lebih detail lihat:
Pelaku dosa harus bertaubat dengan taubat nasuha. Baca detail:
2. Komitmen pada agama harus mengalahkan komitmen kepada teman. Bahkan pada orang tua sekalipun apabila mereka menyuruh berbuat yang buruk, maka perintah orang tua harus dilanggar.
____________________________________________________________
Ass. Ustadz saya mau tanya ,
apakah sah atau tidak apabila bernazar atau bersumpah di dalam hati tanpa diteguhkan atau diniatkan oleh hati sendiri dengan sebenar-benarnya , terimakasih
Nazar baru terjadi apabila diucapkan secara lisan. Apabila masih dalam hati maka nadzarnya tidak terjadi. Artinya, Anda tidak perlu memenuhi atau melaksanakan nadzar yang belum diucapkan dalam bentuk kata-kata. Lebih detail:
______________________________________________________________
Assalamualaikum wr.wb
Pak ustadz,,apakah dengan meminta maaf secara tulus dan ikhlas kepada orang yang bersangkutan, dosa kita kepada orang tersebut akan diampuni oleh Allah SWT,walaupun kita tidak mengungkapkan kesalahan kita satu persatu pada orang tersebut.
Wassalamualaikum wr.wb.
Haqqul adami (hak sesama manusia) ada dua kategori. Pertama, Hak yang terkait dengan harta benda yang dapat dilunasi atau dibayar seperti hutang, atau mencuri. Dalam kasus ini, maka hak-hak tersebut harus ditunaikan atau dipenuhi pada yang berhak.
Kedua, hak yang terkait dengan sesuatu yang tidak dapat dibayar/dilunasi seperti pernah ghibah (Jawa, ngerasani), pernah memfitnah, membohongi, pernah berkata buruk tentang dia, dll. Dalam kasus ini maka meminta maaf secara umum dengan tulus sudah cukup dan tidak perlu mengatakan kesalahan yang dilakukan secara detail. Ini adalah pendapat segolongan ulama yang mengatakan : وإن كان مما لا يستوفى كالغيبة والنميمة والكذب ونحو ذلك، فيكتفي بالدعاء له والاستغفار وذكره بخير
Artinya: Dosa/kesalahan yang tidak dapat dibayar/dilunasi seperti ghibah, memfitnah, berbohong terhadap seseorang, maka cukup dengan mendoakan, meminta maaf dan menyebut kebaikannya.
Namun pendapat jumhur ulama madzhab tetap mewajibkan menyebut kesalahan yang dilakukan selain meminta maaf sebagai syarat meminta maaf atas kesalahan pada manusia yang lain (hak adami) baik dapat dilunasi atau nonmateri. Ini pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki, Syafi'i dan Hanafi). Dasar hukum yang diambil adalah hadtis sahih riwayat Bukhari
من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه
Artinya: Barangsiapa mempunyai kesalahan pada saudaranya (sesama manusia) yang menyinggung harga diri atau harta maka hendaknya meminta maaaf (meminta dibebaskan). Apabila dia memiliki amal salih, maka amalnya akan diambil menurut kadar kesalahannya. Apabila dia tidak punya kebaikan, maka diambillah keburukan saudaranya itu menjadi tanggungannya.
Menurut hemat kami, meminta maaf secara umum adalah yang terbaik karena kalau disebutkan secara detail kesalahan yang dilakukan berpotensi akan semakin memperburuk suasana. Namun apabila dengan menyebutkan kesalahan itu secara detail tidak pihak yang dimintai maaf, maka itu akan lebih ideal.
_______________________________________________________________
Saya ZA saya mau tanya,seorang suami yg selalu merantau meninggalkan istri dan anak untuk mencari nafkah di luar negeri 1 thn sekali balik. Karena di jaman sekarang yg serba canggih ini org dapat berhubungan dg org lain melalui internet, jadi akhirnya sang suami banyak mempunyai kawan2 trutama perempuan, oleh karena sang istri mengetahui semua kejadian sang suami alami, akhirnya istri marah dan selalu mencaci maki padahal suami sudah minta maaf dan tidak lagi berbuat seperti dulu. tapi istri tetap saja tdk mau menerima kenyataan.
Yang saya tanyakan apakah seorang istri bisa masuk sorga tanpa ridonya sang suami.
Suami adalah pemimpin rumah tangga yang harus ditaati oleh istri selagi kepemimpinannya tidak bertentangan dengan syariah. Namun seuami juga perlu menampilkan dirinya sebagai sosok pemimpin yang memang layak dihormati.
Sikap istri Anda yang tidak mau memaafkan Anda itu dalam satu sisi justru positif karena itu artinya dia sangat mencintai Anda. Dan karena itu Anda sebaiknya menghadap seorang yang dapat dimintai nasehat dan meminta saran kepadanya agar istri Anda dapat memaafkan dan rumah tangga Anda dapat kembali normal.
Soal istri yang tidak bisa masuk surga, lihat artikel:
___________________________________________________________________
Assalamu'alaikum wr wb
Pada waktu SMA dan aktif di Sie Kerohanian Islam saya dikenalkan dengan
& Rotib al haddad dibaca setiap jum'at ba'da maghrib...sehingga sy merasa menyatu dgn rotib al haddad tsb. hingga sy di tunjuk teman2 untuk memimpin pembacaan rotib.
terlepas dari itu semua background ke islaman saya adalah Muhammadiyah ...
__________________________________________________________
salam. saya mau tanya ! sya menderita penyakit was was akhir2 ini entah kenapa, rasa-rasanya merasa bersalah terus dengan Allah dan Raasulnya...padalah gara2nya cuman kebaca kalimat2 yg menghina Allah dan nabi,,pdhl hati mnyangkal mngatakan itu,namun trus aja menghantui saya dg kata2 yg kurang sopan,,
sya sdh brusaha menambah aktifitas keagamaan, namun masih ada terlintas bisikan itu hingga akhirnya tiap hari saya mnyesal, apakah saya termaasuk orang yg beerdosa bsar kpd Allah ,pdhl sya sangt ingin mhilangkannya wassalm
mohon di jawab ustadz
Kalau memang kata-kata penghinaan yang keluar itu tidak disengaja dan di luar kendali Anda, maka tidak apa-apa. Nabi bersabda dalam sebuah hadits: رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى يبلغ، وعن المجنون حتى يعقل
Artinya: Ada 3 keadaan yang apabila melakukan kesalahan tidak dicatat: orang yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai akil baligh, orang gila sampai sembuh.
Namun, begitu ingat Anda hendaknya segera mengucap istighfar kepada Allah.
Akan tetapi karena yang terjadi pada Anda itu semacam penyakit, maka idealnya Anda berkonsultasi ke psikiater atau psikolog untuk mendapat terapi. Di sampng rajin ibadah shalat yang 5 waktu plus
untuk meminta kesembuhan.
_________________________________________
assalamualaikum wr.wb
ustadz aaya pemuda berumur 19 tahun yang sering melakukan maksiat yaitu berupa menjalin hubungan dengan lawan jenis yang disebut pacaran. tp saya suatu ketika pernah mengingkari keharaman dari pacaran tersebut. dan saya tau apabila mengingkari hukum dapat menyebabkan murtad.
peryltanyaan saya. -> Topik ini sudah
______________________________________________________
Diantara perkara yang dapat melanggengkan hafalan yaitu meninggalkan kemaksiyatan, Yang saya tanyakan, bagaimana halnya dengan orang non muslim, apakah mereka juga lupa dengan ilmunya? Atau bagaimana? Mohon maaf bila ada kesalahan
Apa yang Anda katakan bahwa berbuat maksiat dapat menghilangkan atau mengurangi hafalan itu betul. Seperti kata sebuah syair yang konon dibuat oleh Imam Syafi'i [1] dalam syairnya
شكوت إلى وكيع سوء حفظي فأرشدني إلى ترك المعاصي أخبرني بأن العلم نور ونور الله لا يُهدى لعاصي
Artinya: Aku melapor pada Waki' tentang buruknya hafalanku / Dia memberi petunjuk agar menjauhi maksiat.
Dia memberitahuku bahwa ilmu itu adalah cahaya / Dan cahaya Allah tidak diberikan pada pelaku maksiat.
Hafalan itu berbeda dengan pemahaman. Hafalan membutuhkan konsentrasi dan fokus yang sangat tinggi sedang perbuatan maksiat akan dapat mengurangi fokus seseorang karena adanya perasaan dosa dan problema yang lain.
Namun demikian, kita semua tahu bahwa manusia memiliki daya ingat dan daya hafal yang berbeda sejak dia lahir baik dia kafir atau muslim. Orang kafir yang memang ditakdirkan memiliki daya hafal kuat tentu sedikit banyak akan terpengaruh dengan perilaku dosa yang dilakukan, tetapi kekuatan daya hafalnya yang tinggi akan membuatnya tetap mampu untuk melakukan hafalan dengan baik. Begitu juga, seorang muslim yang memiliki daya hafal lemah tetap akan sulit menghafal walaupun dia berusaha tidak melakukan maksiat karena memang IQ yang dimilikinya rendah.
Contoh, si A yang nonmuslim memiliki IQ 130, kalau dia melakukan dosa mungkin akan mengurangi daya hafalnya menjadi, katakalah, 129. Itu masih terhitung tinggi. Sementara si B yang muslim punya IQ di bawah 100. Bagaimanapun taatnya pada ajaran Islam, tetap saja dia tidak akan dapat mengejar daya hafal dan daya ingat yang dimiliki oleh si A yang nonmuslim.
__________________________________________________
Agar Ibadah dan Doa Diterima Allah SWT
1. bagaiamana cara agar ibadah kita diterima oleh Allah SWT?
2. dan bagaimana agar doa kita dikabulkan oleh Allah SWT? ..
Didik (pertanyaan via Facebook.com/alkhoirot)
1. Khusyu' dalam melaksanakan ibadah. Dan ikhlas dalam mengamalkannya.
2. Ada dua unsur penting agar do'a dikabulkan Allah.
Pertama, berdo'a dengan sungguh-sungguh dan resapi makna yang diucapkan.
Kedua, wujudkan apa yang terucap dalam do'a dalam bentuk usaha yang serius dan kerja keras.
[1] Sebagian pendapat menyatakan bahwa syair tersebut dibuat oleh Ali bin Khashram. Bukan Imam Syafi'i. Karena Waki' bukan guru dari Imam Syafi'i.
_____________________________________________________
Pembahasan tentang hukum riba di bank tidak dijumpai dalam buku fikih klasik. Karena ketika buku itu ditulis, bank-bank konvensional seperti sekarang belum ada. Untuk memahami berbagai masalah seputar bank, kita perlu merujuk kepada penjelasan ulama kontemporer, yang sempat menjumpai praktik perbankkan. Nah, hukum sedekah uang riba atau bunga bank ini bagaimana? akan kita ulas dalam artikel ini.